Kabar adanya fatwa ulama Mesir yang membolehkan persetubuhan dengan mayat suami atau istri (farewell intercourse) dan akan dilegalkan dalam aturan resmi menjadi perbincangan ramai dan memicu kontroversi. Kabar yang disebarkan media Inggris Dailymail hingga media nasional di Indonesia tersebut dibantah Duta Besar Mesir untuk Indonesia, Ahmad Al Kuwaisny.
Ahmad menegaskan, Senin (7/5), ide tersebut tidak pernah disidangkan apalagi akan diundang-undangkan. Baik parlemen, lembaga resmi agama Mesir, hingga organisasi Islam Ikhwanul Muslimin dan Salafi juga membantah adanya fatwa tersebut.
Menurut Ahmad, tiga rujukan resmi urusan agama Islam di Mesir yakni Jami'ul Azhar, Mufti Republik Arab Mesir dan Pusat Nasional Studi Keislaman juga membantahnya. Ketiganya menegaskan, tidak ada satupun fatwa yang memperbolehkan persetubuhan dengan mayat.
"Berdasarkan hasil komunikasi kami dengan beberapa pihak ulama Islam terpandang di Mesir, di antaranya representatif Jam'iyyah Syar'iyyah, Ikhwanul Muslimin dan Da'wah Salafiyyah, tampak jelas juga bahwa tidak pernah ada fatwa semisal yang disebut di atas," tambahnya.
Berdasarkan riset yang dilakukan Kedutaan Besar Mesir di Jakarta, Ahmad menyimpulkan bahwa berita tersebut sengaja dimunculkan sebagai alat pembunuhan citra parlemen baru Mesir. Sumber dan gaya penulisannya terkesan ingin menyerang politikus Islam Politik yang memang mendominasi parlemen Mesir. [IK/Dtk/bsb]
Ahmad menegaskan, Senin (7/5), ide tersebut tidak pernah disidangkan apalagi akan diundang-undangkan. Baik parlemen, lembaga resmi agama Mesir, hingga organisasi Islam Ikhwanul Muslimin dan Salafi juga membantah adanya fatwa tersebut.
Menurut Ahmad, tiga rujukan resmi urusan agama Islam di Mesir yakni Jami'ul Azhar, Mufti Republik Arab Mesir dan Pusat Nasional Studi Keislaman juga membantahnya. Ketiganya menegaskan, tidak ada satupun fatwa yang memperbolehkan persetubuhan dengan mayat.
"Berdasarkan hasil komunikasi kami dengan beberapa pihak ulama Islam terpandang di Mesir, di antaranya representatif Jam'iyyah Syar'iyyah, Ikhwanul Muslimin dan Da'wah Salafiyyah, tampak jelas juga bahwa tidak pernah ada fatwa semisal yang disebut di atas," tambahnya.
Berdasarkan riset yang dilakukan Kedutaan Besar Mesir di Jakarta, Ahmad menyimpulkan bahwa berita tersebut sengaja dimunculkan sebagai alat pembunuhan citra parlemen baru Mesir. Sumber dan gaya penulisannya terkesan ingin menyerang politikus Islam Politik yang memang mendominasi parlemen Mesir. [IK/Dtk/bsb]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar