Sungguh mulia jika setiap pribadi seorang mukmin memiliki sikap dermawan. Sangat ringan tangan ketika member sedekah, infaq, zakat dan lainnya.
Namun akan menjadi persoalan jika sifat dermawan tersebut hanya dermawan “keluar” tidak “di dalam”.
Apa maksudnya?
Mungkin kisah nyata di sebuah keluarga ini akan menjawab pertanyaan tersebut.
Suatu ketika ada seseorang yang bercerita kepada saya tentang keluarganya. Bercerita dengan maksud meminta pendapat dan nasehat. Ia tinggal di sebuah rumah bersama dengan kakak wanita nya, dimana kakaknya tersebut sudah berkeluarga dan memiliki satu orang anak laki-laki. Mereka tinggal di sebuah rumah yang cukup luas namun sederhana bersama saudara-saudara nya yang juga sudah berkeluarga.
Kakaknya tersebut terkenal dengan sifat nya yang dermawan, sangat ringan tangan, dan selalu hadir di setiap program acara yang bertemakan sedekah atau sejenisnya.
Keterkenalan itu karena kakaknya tersebut sendirilah yang menyampaikan kabar berita bahwa dia telah berderma setiap kali bersedekah. Setiap kali melakukan amal bersedekah atau berinfaq, selalu saja menceritakan amal nya tersebut kepada sanak keluarga nya yang ada di rumah tersebut. Yang disedekahkan pun bukan hanya sejumlah uang tunai, peralatan elektronik seperti Handphone dan perhiasan seperti gelang atau cincin pun juga pernah di berikan untuk berinfaq.
“Eh, coba lihat, cincin dan gelangku sudah gak ada lho,” tiru sang adik ketika menceritakan bagaimana kakak nya berekspresi sambil memperlihatkan jari dan tangannya yang sekarang tanpa perhiasan.
Sang adik heran dan bengong, dia berfikir di dalam hati, “kok hilang tapi malah tersenyum,” Tanya nya dalam hati.
“lha… memang kemana hilangnya perhiasan kakak?” Tanya si adik.
“oh… tadi sudah saya sedekahkan ke ustadz A saat menghadiri acara nya.”. jawab sang kakak sambil tersenyum
.
Ada rasa takjub memang melihat bagaimana sifat kedermawanan tersebut. Namun yang membuat cukup hari terusik adalah tatkala sifat kedermawaan tersebut hanya untuk orang luar, bahkan terhadap orang yang tidak di kenal sekalipun. Sedangkan terhadap keluarga sendiri, dalam hal ini adalah kepada adik atau kakak nya berlaku yang sebaliknya.
Suatu ketika, pernah sang adik meminta kepada kakak nya uang untuk membayar angsuran TV Kabel, namun sang kakak yang terkenal dermawan ini mengatakan, “aduh… uangku lagi gak ada, nanti saja ya.”
Kalau itu hanya sekali atau dua kali mungkin tidak masalah, namun bagaimana jika seolah menjadi kebiasaan.
Diminta bantuan untuk membayar listrik dan air selalu beralasan yang sama, bahkan untuk iuran uang sampah pun yang hanya senilai Rp. 20.000,- pun sangat berat rasanya mengeluarkan uang.
Setiap diminta bantuan untuk keperluan rumah, sang kakak selalu beralasan tidak ada uang. Padahal satu hari setelah mengatakan tidak ada uang, malah bisa membeli TV dan HP baru.
Namun suatu hari, Allah swt akhirnya mengabulkan setiap kalimat yang keluar dari lisan nya yang selalu mengatakan “tidak ada uang-tidak ada uang”
Suatu ketika anak nya menderita penyakit kulit yakni cacar, dan harus di rujuk ke rumah sakit. Oleh dokter, sang anak harus di opname hingga sembuh.
Setelah terasa pulih,maka wanita ini harus membayar biaya rawat inap tersebut sebesar Rp.2.000.000,-
Saya berfikir, mungkin inilah teguran dari Allah swt kepada wanita tersebut, agar jangan dengan mudah nya untuk selalu mengatakan tidak ada uang jika di minta oleh sanak kerabatnya yang memerlukan bantuan.
Disamping itu, sifat dermawan yang hanya ingin mencari populeritas semata adalah bertentangan dengan ajaran Islam. Islam melarang amal yang demikian, yakni terkategori riya’ dalam beramal.
Bahkan ada hadist yang menjelaskan cukup panjang tentang riya’ tersebut.
Hadist Abu Hurairah diriwayatkan oleh Muslim dan an-Nasa’i ia berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda :
“Yang pertama kali akan diadili dihari kiamat adalah orang yang mati syahid. Kemudian ia dibawa kehadapan Allah, dan Allah memberitahukan kenikmatan kepadanya, maka ia pun mengetahuinya. Allah berfirman, “Apa yang engkau lakukan di dunia?” Orang itu berkata, “Aku telah berperang karena-Mu hingga aku syahid.” Allah berfirman, “Engkau dusta. Sebenarnya engkau berperang karena ingin dikatakan sebagai pemberani dan hal itu telah dikatakannya.” Kemudian Allah Swt memerintahkan untuk membawanya, maka orang itu diseret di atas wajahnya hingga ke neraka.
Kemudian orang yang mempelajari dan mengajarkan ilmu serta membaca al qur’an. lalu ia dibawa ke hadapan Allah, dan Allah memberitahukan kenikmatan kepadanya, maka ia pun mengetahuinya. Allah berfirman, “Apa yang engkau lakukan di dunia?” Orang itu berkata, “Aku telah mempelajari Ilmu dan mengajarkannya, aku pun membaca al qur’an karena-Mu. Allah berfirman, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu mempelajari ilmu karena ingin dikatakan sebagai orang alim. Kamu membaca al-Qur’an karena kamu ingin dikatakan sebagai Qari, dan semua itu telah dikatakannya.” Maka orang itu diseret di atas wajahnya dan dilemparkan ke neraka.
Kemudian orang yang diberi keluasaan oleh Allah dan diberi karunia bermacam-macam harta. Lalu ia dibawa kehadapan Allah dan Allah memberitahukan kenikmatan kepadanya, maka ia pun mengetahuinya. Allah berfirman, “Apa yang engkau lakukan di dunia?” Orang itu berkata, “Tidak ada satu jalanpun yang Engkau sukai untuk berinfak di jalan itu kecuali aku menginfakan hartaku karena-Mu.” Allah berfirman, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu melakukan itu semua karena ingin dikatakan sebagai dermawan, dan semua itu telah dikatakan.” Kemudian Allah Swt memerintahkan untuk membawanya. Maka orang itu diseret di atas wajahnya hingga dilemparakan ke neraka.
Di hadist lain Rasulullah bersabda, “barang siapa ingin didengar amalnya, maka Allah akan memperdengarkan amalnya kepada manusia. barang siapa ingin dilihat amalnya, maka Allah akan memperlihatkan amalnya kepada manusia. (lafadz dari Imam al-Bukhari).
Hadist Abu Hindi ad-Dari riwayat baihaqi, ath-Thabrani, dan Ahmad dengan redaksi dari Imam Ahmad, sesungguhnya Abu Hindi mendengar Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa yang melaksanakan suatu amal dengan riya dan sum’ah, maka Allah akan memperlihatkan dan memperdengarakan amal itu di hari kiamat. (al-Mundziri berkata, “Sanadnya baik.” a;-Haitsami berkata, “Perawi Ahmad, al-Bazzar, dan salah satu sanad at-Thabrani adalah para perawi yang shahih”).
Oleh karenanya, mari kita menata hati kita, bersedekah tentu adalah hal yang sangat dianjurkan di dalam Islam, namun jangan sampai sedekah itu kita nodai dengan niat kita yang hanya ingin mencari popularitas dari manusia yang ada di dunia ini. Jika itu yang kita inginkan, maka sungguh hanya akan mendapatkan kenikmatan sesaat ketika di puji, namun akan mendapatkan hati yang sakit, gelisah tatkala tidak ada yang memuji, terlebih lagi kelak akan mendapatkan siksa yang berkepanjangan saat di yaumil hisab nanti ternyata amal yang kita kerjakan hanya untuk mencari pujian bukan keridhaan dari Allah swt. Wallahu A’lam bis showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar