Meskipun masih dibentengi konstitusi sekuler, tren jilbab di Turki agaknya tak bisa dibendung. Hasil survei terbaru yang dirilis Yayasan Studi Ekonomi dan Sosial yang berbasis di Istanbul menunjukkan, 60 persen perempuan Turki kini mengenakan jilbab. Semarak jilbab itu juga diikuti dengan menjamurnya produk busana muslim di Turki.
Pengamat Fesyen Merve Buyuk menambahkan, muslimah Turki kini tidak lagi menampilkan jilbab sebagai hal yang kaku. Mereka mulai memperhatikan sisi modis dalam berjilbab.
"Mereka tidak lagi sebatas mengenakan jilbab berwarna hitam atau coklat polos saja. Perkembangan ini jelas menyenangkan," kata Merve seperti dikutip alarabiya.net, Rabu (2/5).
Menurut merve, hal itu merupakan indikasi bahwa muslimah mampu menciptakan tren tersendiri.
"Akses muslimah terhadap produk Turki membuat mereka lebih dekat pada tren," ujarnya.
Pakar Komunikasi Universitas Galatasaray, Nilgun Tutal, mengatakan kondisi Turki saat ini memperlihatkan adanya proses adaptasi dari kelas menenangah dan atas Turki terhadap identitas keislamannya. Adaptasi itu nantinya membuat Turki mampu membedakan Islam dengan Barat.
"Untuk memperlihatkan perbedaan itu, dapat ditilik dari munculnya kelompok sosialita Muslim," kata dia.
Editor majalah Ala, Hulya Aslan, mengatakan perubahan dalam tata cara muslimah Turki dalam berjilbab juga diimbangi dengan narasi media massa Turki untuk mengarahkan isu normalisasi penggunaan jilbab. Jilbab yang dilarang pada masa lalu, kini diopinikan sebagai hak perempuan yang harus dihormati.
"Bahkan dalam satu iklan dalam majalah kami, ada slogan berbunyi 'Jilbab itu Indah: cara saya, pilihan saya, hidup saya, kebenaran saya dan hak saya,'" kata Aslan.
Jilbab kini juga mulai memasuki wilayah pendidikan. Setelah melalui perjuangan yang cukup keras, kini mulai terlihat banyak mahasiswi mengenakan jilbab di kampus-kampus.
Meski demikian, tantangan terhadap pengenaan jilbab secara bebas belumlah tuntas. Berulang kali, sejumlah pihak seperti lembaga peradilan Turki dan kejaksaan berupaya untuk melarang jilbab di pusat pendidikan lantaran dianggap bertentangan dengan doktrin sekularisme dan Undang-undang Dasar (UUD) Turki. [IK/Rpb]
Pengamat Fesyen Merve Buyuk menambahkan, muslimah Turki kini tidak lagi menampilkan jilbab sebagai hal yang kaku. Mereka mulai memperhatikan sisi modis dalam berjilbab.
"Mereka tidak lagi sebatas mengenakan jilbab berwarna hitam atau coklat polos saja. Perkembangan ini jelas menyenangkan," kata Merve seperti dikutip alarabiya.net, Rabu (2/5).
Menurut merve, hal itu merupakan indikasi bahwa muslimah mampu menciptakan tren tersendiri.
"Akses muslimah terhadap produk Turki membuat mereka lebih dekat pada tren," ujarnya.
Pakar Komunikasi Universitas Galatasaray, Nilgun Tutal, mengatakan kondisi Turki saat ini memperlihatkan adanya proses adaptasi dari kelas menenangah dan atas Turki terhadap identitas keislamannya. Adaptasi itu nantinya membuat Turki mampu membedakan Islam dengan Barat.
"Untuk memperlihatkan perbedaan itu, dapat ditilik dari munculnya kelompok sosialita Muslim," kata dia.
Editor majalah Ala, Hulya Aslan, mengatakan perubahan dalam tata cara muslimah Turki dalam berjilbab juga diimbangi dengan narasi media massa Turki untuk mengarahkan isu normalisasi penggunaan jilbab. Jilbab yang dilarang pada masa lalu, kini diopinikan sebagai hak perempuan yang harus dihormati.
"Bahkan dalam satu iklan dalam majalah kami, ada slogan berbunyi 'Jilbab itu Indah: cara saya, pilihan saya, hidup saya, kebenaran saya dan hak saya,'" kata Aslan.
Jilbab kini juga mulai memasuki wilayah pendidikan. Setelah melalui perjuangan yang cukup keras, kini mulai terlihat banyak mahasiswi mengenakan jilbab di kampus-kampus.
Meski demikian, tantangan terhadap pengenaan jilbab secara bebas belumlah tuntas. Berulang kali, sejumlah pihak seperti lembaga peradilan Turki dan kejaksaan berupaya untuk melarang jilbab di pusat pendidikan lantaran dianggap bertentangan dengan doktrin sekularisme dan Undang-undang Dasar (UUD) Turki. [IK/Rpb]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar