Ikhwanul Muslimin, pergerakan Islam yang menjadi kekuatan utama penggerak revolusi, akhirnya mengajukan calon presiden (capres) untuk bertarung dalam Pemilu Presiden Mesir, 23 Mei mendatang.
Ikhwanul Muslimin mengajukan Wakil Mursyidnya, Prof Dr Ing Khairat As Syatir, untuk merebut posisi orang nomor satu di negeri piramida itu.
Mursyid Ikhwanul Muslimin, Muhammad Badi, mengumumkan pencalonan Syatir setelah terpilih dalam pemilihan tertutup anggota Majelis Syura, Sabtu (31/3). Badi juga menjelaskan, setelah resmi diajukan sebagai capres, Syatir akan mengundurkan diri dari jabatan Wakil Mursyid Ikhwanul Muslimin, namun tetap sebagai anggota majelis syura.
Sekretaris Jenderal Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) Ashur Al Hilwani, menjelaskan bahwa di kalangan Ikhwanul Muslimin sendiri terjadi beda pendapat mengenai capres, namun itu merupakan dinamika dalam demokrasi.
"Perbedaan pendapat itu biasa dalam kehidupan demokrasi. Pengajuan capres itu merupakan hasil dari renungan panjang dan keputusan yang strategis," katanya.
Pengajuan capres dari Ikhwanul Muslimin ini dilakukan di tengah perselisihan hebat di antara kekuatan politik dalam penyusunan konstitusi baru. Perselisihan meruncing, terutama dengan penolakan yang dilancarkan kalangan sekuler karena diasumsikan bahwa kubu Islam yang mendominasi 72 persen kursi parlmen akan dapat menyeret Mesir menjadi negara Islam.
Sementara itu, Israel menunjukkan tanda-tanda kecemasannya mengetahui Ikhwanul Muslimin mengajukan calon presiden. Salah seorang pejabat pemerintah mengungkapkan bahwa keputusan Ikhwanul Muslimin untuk mengajukan Syatir sebagai perkara yang mengkhawatirkan.
”Jelas, bahwa hal itu bukan berita bagus," katanya kepada New York Times seperti dikutip harian Al Ahram Mesir (1/4).
"Ikhwan bukan sahabat kami dan tidak mengharapkan kebaikan pada kita," tambahnya.[IK/Ant/bsb]
Ikhwanul Muslimin mengajukan Wakil Mursyidnya, Prof Dr Ing Khairat As Syatir, untuk merebut posisi orang nomor satu di negeri piramida itu.
Mursyid Ikhwanul Muslimin, Muhammad Badi, mengumumkan pencalonan Syatir setelah terpilih dalam pemilihan tertutup anggota Majelis Syura, Sabtu (31/3). Badi juga menjelaskan, setelah resmi diajukan sebagai capres, Syatir akan mengundurkan diri dari jabatan Wakil Mursyid Ikhwanul Muslimin, namun tetap sebagai anggota majelis syura.
Sekretaris Jenderal Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) Ashur Al Hilwani, menjelaskan bahwa di kalangan Ikhwanul Muslimin sendiri terjadi beda pendapat mengenai capres, namun itu merupakan dinamika dalam demokrasi.
"Perbedaan pendapat itu biasa dalam kehidupan demokrasi. Pengajuan capres itu merupakan hasil dari renungan panjang dan keputusan yang strategis," katanya.
Pengajuan capres dari Ikhwanul Muslimin ini dilakukan di tengah perselisihan hebat di antara kekuatan politik dalam penyusunan konstitusi baru. Perselisihan meruncing, terutama dengan penolakan yang dilancarkan kalangan sekuler karena diasumsikan bahwa kubu Islam yang mendominasi 72 persen kursi parlmen akan dapat menyeret Mesir menjadi negara Islam.
Sementara itu, Israel menunjukkan tanda-tanda kecemasannya mengetahui Ikhwanul Muslimin mengajukan calon presiden. Salah seorang pejabat pemerintah mengungkapkan bahwa keputusan Ikhwanul Muslimin untuk mengajukan Syatir sebagai perkara yang mengkhawatirkan.
”Jelas, bahwa hal itu bukan berita bagus," katanya kepada New York Times seperti dikutip harian Al Ahram Mesir (1/4).
"Ikhwan bukan sahabat kami dan tidak mengharapkan kebaikan pada kita," tambahnya.[IK/Ant/bsb]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar