Rabu, 25 April 2012

Ketika Kejahatan Semakin Kreatif


Kemarin, aparat Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta berhasil menggagalkan upaya menyelundupkan heroin 1.040 gram, yang nilainya sekitar Rp. 2 Milyar. Barang haram itu dimasukkan di dinding bingkai kaligrafi bagian belakang. Sangat rapi. Dan benar-benar cara baru yang membuat kita miris.

Kaligrafi Islam yang sejatinya untuk mengingatkan agar berzikir pun dimanfaakan untuk menyelundupkan heroin. Demikianlah ketika niat jahat menguasai jiwa. Ia 'memaksa' pikiran untuk menemukan cara baru dan mencari celah kesempatan.

Jika ada diskusi mana yang paling berpengaruh dalam mewujudkan kejahatan, niat atau kesempatan? Rasanya niat adalah jawabannya. Sebab jika niat telah kuat, keinginan berbuat jahat telah bulat, kesempatan bisa dibuat atau diciptakan. Pun berlaku bagi saudaranya; kemaksiatan dan amal kejelekan.

Saat saudara-saudara Nabi Yusuf iri kepadanya dan ingin 'mengusir'nya, mereka tak bisa melakukan itu di dekat sang ayah, Nabi Ya'qub. Tetapi karena niat telah bulat, kesempatan bisa dibuat. Mereka pun meminta ayah mengizinkan bermain jauh dari rumah. Di sanalah mereka kemudian memasukkan Yusuf kecil ke dalam sumur.

Niat jahat, membuat seseorang jeli mengamati sesuatu untuk menemukan kesempatan dan celah berbuat keburukan. Abdullah bin Ubay bin Salul adalah contohnya. Dedengkot kaum munafik di Madinah itu selalu 'berhasil' menemukan celah untuk berbuat buruk. Di saat ada sahabat yang berinfak sangat banyak, ia mencelanya dengan sebutan riya'. Sebaliknya, saat ada sahabat yang berinfak segenggam kurma –karena kemampuannya sebatas itu, ia pun mencelanya karena jumlahnya yang sedikit. Di tengah perjalanan hendak menuju Uhud, ia membuat 'kesempatan' melarikan diri dengan beralasan mimpi Rasulullah. Ketika orang-orang melihat Aisyah pulang dari perang Bani Musthaliq dikawal Shofwan, ia pun melihatnya sebagai celah besar untuk meniupkan fitnah perselingkuhan.

Sebaliknya, niat yang benar dan iman yang kokoh akan menolak berbuat jahat meskipun datang kesempatan besar. Nabi Yusuf, misalnya. Bukankah kesempatan besar saat tak ada siapapun di istana yang megah, seorang permaisuri cantik mendatanginya dan mengajaknya bercinta? Tapi Nabi Yusuf menolak kesempatan itu.

Bahkan iman yang masih terjaga, walaupun tidak setebal iman Nabi Yusuf pun mampu menghentikan upaya maksiat seorang pemuda yang telah mendapatkan kesempatan menzinai gadis yang disukainya. "Takutlah kepada Allah," kata-kata gadis itu membuat sang pemuda tersentak dan meninggalkannya begitu saja. Hati yang bergetar saat disebut nama Allah, urung berbuat maksiat dan tak meminta imbalan atas bantuan materinya kepada gadis itu membuat Allah mencatatnya sebagai amal shalih dan dengan wasilah itu Allah berkenan mengabulkan doa pemuda itu; membukakan batu penutup goa yang membuat pemuda tadi terjebak bersama dua lelaki lainnya di sana.

"Fa'al hamahaa fujuurahaa wa taqwaaha." Baik niat jahat ataupun niat baik, setiap orang berpotensi untuk memilikinya. Dari niat dan tekad itulah, masing-masing akan mendorong pikiran untuk secara kreatif menemukan cara dan kesempatannya. Maka tetaplah dalam niat baik dan jagalah ia. Sebab niat baik saja sudah dicatat sebagai kebaikan. Terlebih saat niat itu dilaksanakan. Sepuluh hingga tujuh ratus lipatnya disediakan. Bahkan atas kehendak Allah, Dia bisa melipatgandakan pahala lebih banyak lagi. Ilaa maasyaa'allah.

Niat jahat, niat buruk, hentikan ia sekarang juga. Lawan! Jangan biarkan ia menang dan menguasai jiwa. Apalagi jika engkau termasuk orang yang pintar, memiliki otak yang cerdas. Karena niat jahat bisa menginspirasi akal untuk menemukan cara-cara kreatif. Cara-cara baru yang bahkan membuat diri sendiri heran betapa pintarnya kita memproduksi dosa. Wallaahu a'lam bish shawab. [Muchlisin]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar